SUKABUMITIMES.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Sukabumi terus gencarkan upaya menjamin netralitas ASN dalam pilkada.
Hal ini dibuktikan dengan terus melakukan sosialisasi ke kalangan ASN yang ada di kota Sukabumi yang dikemas dalam acara Sosialisasi Pilkada Serentak Tahun 2024 Bersama Steakholder dengan Tema “Menjaga Netralitas ASN dalam Pilkada Tahun 2024” yang bertempat di salah satu hotel yang ada di Kota Sukabumi pada Jumat (25/10/2024).
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Sukabumi, Firman Alamsyah mengatakan Kami telah berupaya untuk melakukan pencegahan netralitas ASN berkaitan dengan terselenggaranya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi.
“Ini kita lakukan sebagai bentuk pencegahan supaya ASN tidak ada keberpihakan kepada salah satu pasangan calon yang ada,” kata Firman kepada sukabumitimes.com di sela-sela kegiatan pada Jumat (25/101/2024).
Firman menyampaikan terkait dengan netralitas ASN, Bawaslu kota Sukabumi telah menangani 2 kasus, yaitu yang berkaitan dengan permintaan Haornas beberapa waktu lalu dan satunya camat di kota Sukabumi.
“Selain itu belum ada lagi, memang kemarin sempat ada laporan ke Bawaslu namun di cabut kembali. Cuma, dari hal tersebut, nanti akan kita jadikan informasi awal untuk dilakukan penelusuran selama 7 hari ke depan,” ujar firman.
Pihaknya mengaku terus berupaya untuk melaksanakan sosialisasi terkait netralitas ASN sebagai upaya pencegahan.
“Dan demikian juga dengan pak Pj Wali Kota Sukabumi kita pun sudah koordinasi dan beliau responsif dengan masalah netralitas ASN ini,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai apa sanksi yang akan diberikan terkait pelanggaran terhadap netralitas ASN. Pihaknya menjawab sanksi yang diterapkan itu ada dua, yakni kode etik dan disiplin ASN.
“Kedua kasus ASN yang dianggap berpihak ini, sudah direkomendasikan ke BKN selanjutnya akan ditindaklanjuti di BKPSDM Kota Sukabumi. Isi rekomendasi ke BKN tersebut adalah bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terkait netralitas ASN, cuma kita tidak berhak merekomendasikan sangsinya itu seperti apa, karena yang berkewenangan itu BKN dan BKPSDM ,” jelasnya.
“Untuk ranah sosialisasi ini seharusnya bukan hanya kepada ASN saja, melainkan juga harus kepada Paslon,” demikian Tuah Nur Akademisi Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) yang hadir sebagai pembicara dalam kegiatan sosialisasi terkait netralitas ASN ini.
Sepengetahuan dirinya, sampai hari ini saya belum lihat, apakah sudah dilakukan oleh Bawaslu atau belum, harus ditanyakan ke Bawaslu langsung. Barangkali pihak Bawaslu pernah mensosialisasikan hal ini.
“Seharusnya Paslon juga harus mengetahui, ketika dia mengikutsertakan ASN itukan jadi melanggar. Apalagi sanksi kepada ASN yang tidak netral itu hukumannya sedang sampai berat. Dikhawatirkan kedepannya karier ASN bisa menjadi redup,” jelasnya.
Kalau dilihat dari mayoritas, ASN di kota Sukabumi sudah layak dianggap netral. Tetapi ketika ditemukannya kejadian ini, maka masih dipertanyakan netralitasnya.
“Apalagi saat ini ada dua kandidat yang pernah manggung dan itu dipastikan timbul konflik kepentingan di situ,” tandasnya.
Tuah Nur berpendapat ketidaknetralan itu terjadi karena adanya konflik interes, apalagi kalau sudah menyangkut pada karier ASN nantinya.
“Kalau seandainya Paslon itu jadi, ya akan berimbas pada karier bagus nantinya ketika dia memilih,”‘
Sementara itu, Narasumber kedua Rafih Sri Wulandari mengungkapkan, bahwa maraknya ASN yang berpihak ke salah satu Paslon dalam pilkada itu disebakan payung hukum yang belum jelas.
“KSN sekarang di bubarin, hanya ada BKD, cuma ada sanksi administratif. Jadi nantinya harus ada kebijakan yang tajam terhadap ASN yang berafiliasi ke Paslon tertentu, seperti di pecat atau bagiamana yang tentu saja dengan bukti-bukti yang jelas,” ungkap Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung.
Karena payung hukumnya tidak jelas banyak ASN yang tidak netral dan potretnya dalam pemilu kemarin sangat banyak semarak ASN yang ikut kampanye atau cawe-cawe.
“Sehingga demokrasi di Indonesia ini dipertanyakan terkait dengan kualitasnya. Imbasnya tentu saja menurutnya kualitas SDM nya,” bebernya.
Ia menilai, sanksi hari ini paling kenceng cuma turun golongan, mutasi atau turun jabatan fungsional, udah itu saja. Dalam sejarahnya blm ada ASN yang karena dukung Paslon tertentu sampai dipecat dari ASN. Kecuali kades, susah pernah ada yang sampai dipenjara, karena ada UU Desa.
Berbicara Marwah ASN itukan di gaji oleh masyarakat. Kuncinya pelayanan publiknya, sehingga tidak boleh berpihak kepada Paslon tapi kepada masyarakat.
“Itu sebenarnya lebih bicara pada moral dan etik dan payah nya masyarakat Indonesia tidak takut dengan moral dan etik. Karena payung hukumnya ringan, kalah dengan negara luar. Kita Kalau bicara pidana baru takut,” imbuhnya.
Rafih berharap kedepannya supaya ada payung hukum yang jelas dan tegas, kalau ingin ASN netral ya harus tajam.
“Hari ini yang harus jadi perhatian adalah bukan masalah pidana, namun masalah moral dan kualitas SDM ASN. Kalau mereka berpihak ke masyarakat ya harusnya netral,” pungkasnya. (sya)