SUKABUMITIMES.COM – Langkah penetapan Gunung Tangkil sebagai cagar budaya mendapat dorongan baru setelah hasil survei ilmiah yang dilakukan oleh BRIN bersama Pesantren Pondok Dzikir Al-Fath menemukan pola struktur yang mengindikasikan adanya aktivitas peradaban lama di kawasan tersebut.
Hasil pemetaan udara dan analisis permukaan kini telah diserahkan ke Pemerintah Kota Sukabumi dan instansi kebudayaan terkait untuk ditindaklanjuti.
Kyai Fajar Laksana, pimpinan Pesantren Al-Fath, menyampaikan bahwa penelitian lapangan kali ini dilakukan tanpa penggalian demi menjaga kondisi hutan lindung.
Tim hanya menggunakan pemotretan udara dan survei visual untuk mengidentifikasi kontur, susunan batu, serta kemungkinan sisa bangunan. Menurutnya, temuan itu cukup kuat menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan kajian lebih mendalam.
“Pola susunan yang terekam dari udara menunjukkan indikasi kuat adanya aktivitas manusia pada masa lalu. Karena status kawasan masih hutan lindung, kami hanya melakukan observasi non-destruktif dan menyerahkannya kepada pemerintah,” jelasnya pada wartawan, Rabu (26/11/2025).
Selain meneliti kawasan puncak Gunung Tangkil, tahap riset kelima juga memfokuskan perhatian pada koleksi keramik dan naskah kuno milik keluarga besar Raden Suma Winata.
Keramik yang ditaksir berasal dari abad ke-10 hingga abad ke-20 itu tengah dikaji ahli keramologi BRIN untuk penentuan periode, bahan, dan motif. Jika proses kurasi selesai, seluruh koleksi direncanakan dipamerkan dalam museum keramik khusus.
Adapun 19 kitab kuno yang memuat ajaran tasawuf, falak, formulasi pengobatan herbal, hingga catatan perjalanan tokoh lokal akan segera masuk proses digitalisasi dan registrasi naskah. Upaya ini diharapkan dapat membuka ruang penelitian baru sekaligus memastikan naskah tetap terlindungi.
Ahli Sejarah Hindu-Buddha, Yusmini Eriawati, menuturkan bahwa identifikasi awal di Gunung Tangkil menunjukkan keberadaan punden berundak, pagar batu sepanjang puluhan meter, jalur kuno, dan indikasi area ritual. Namun, ia menegaskan bahwa pembuktian arkeologis tetap membutuhkan ekskavasi resmi.
“Kita sudah melihat indikasi kuat, tetapi untuk memastikan umur, fungsi, dan konteks sejarahnya, ekskavasi harus dilakukan oleh pemerintah karena lokasi berada dalam hutan lindung,” tegasnya.
Sejumlah pemerhati budaya menilai bahwa Gunung Tangkil berpotensi menjadi kawasan penelitian arkeologi yang strategis di Sukabumi. Selain bisa memperkaya basis data sejarah lokal, pengembangan kawasan ini juga berpeluang membuka jalur wisata edukatif yang aman dan terkelola.
Jika penetapan cagar budaya disetujui, Gunung Tangkil diproyeksikan menjadi pusat studi sejarah baru yang dapat menarik peneliti, pelajar, hingga wisatawan yang tertarik pada peradaban Nusantara. (uml)


























