SUKABUMITIMES.COM – Museum Prabu Siliwangi yang berada dibawah naungan Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Dzikir Al-Fath Pimpinan Prof. Fajar Laksana melaksanakan seminar Permuseuman dan Laporan Hasil Penelitian BRIN Tahap 2 di Aula Ponpes Modern Dzikir Al-Fath Kota Sukabumi Jawab Barat (Jabar) pada Senin (8/7/2024).
Seminar dan laporan hasil penelitian BRIN tahap 2 ini sebagai narasumber antara lain Pimpinan Ponpes Modern Dzikir Al-Fath, Fajar Laksana, Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Putu Suparma Rudana, Kepala Pusat Arkeolog Prasejarah dan Sejarah BRIN M. Irfan Mahmud, Kepala Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra BRIN Herry Jogaswara, Ahli Arkeologi dan Sejarah Kebudayaan Islam Iim Imanudin, dan Ahli Arkeologi dan Sejarah Hindia-Belanda Iwan Hermawan serta Lia Nuralia. Dan juga dihadiri oleh pihak Pemkot Sukabumi.
Kepala Pusat Arkeolog Prasejarah dan Sejarah BRIN M. Irfan Mahmud mengatakan bahwa sampai saat ini dari hasil penelitian yang dilakukan pihaknya menyatakan 90 persen benda yang berada di Museum Prabu Siliwangi itu asli.
“Dari hasil riset sesi 1 dan 2 keasliannya dari koleksi museum Prabu Siliwangi ini mencapai 90 persen dan masih ratusan yang belum di teliti,” kata Irfan Mahmud Kepala sukabumitimes.com saat diwawancarai setelah acara selesai.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa koleksi yang ada di museum Prabu Siliwangi sudah layak untuk sajian museum pendidikan, karena informasinya sudah di validasi, dan itu merupakan yang paling penting bagi sebuah museum.
“Salah satu naskah yang menarik di museum Prabu Siliwangi adalah ternyata adanya naskah yang berisi tentang asimilasi antara Islam dan Jawa, dengan tulisan pegon dan huruf arab. Di lihat dari naskah tersebut, ternyata orang-orang zaman dahulu juga sangat terbuka dengan budaya-budaya yang baik dari luar namun mereka tetap bertahan dengan budayanya, jadi sebenarnya disitulah filter budaya lokal terhadap budaya luar, menerima yang baik tapi kelokalannya tetap dipertahankan,” bebernya.
Ia melanjutkan naskah di museum Prabu Siliwangi itu sangat beragam isinya, mulai dari puisi, sastra, pengetahuan astronomi, kemudian tentang ajaran filsafat atau ilmu mantik.
“Naskah itu kalau mau dipelajari sebagai sebuah medium pendidikan, riset sesungguhnya bagus sekali dan museum ini sangat layak sebagai bahan pertimbangan,” lanjut Kepala Pusat Arkeolog Prasejarah dan Sejarah BRIN.
Pihak BRIN berharap penelitian ini bisa terus di lanjutkan supaya lebih mendalam lagi terhadap koleksi di museum, karena masih banyak koleksi yang belum di validasi, sebab validasi ini penting untuk informasinya, juga mengenai bahan perlu untuk ditindaklanjuti, agar kita dapat mengetahui secara mendalam.
Pihak BRIN akan terus mendorong kepada pemerintah khususnya pemerintah daerah, supaya museum ini agar bisa bertumbuh dan menjadi destinasi pendidikan buat anak sekolah. “Bisa dijadikan agenda kunjungan ke museum ini di setiap liburan atau akhir semester. Karena koleksi di museum Prabu Siliwangi ini sangat lengkap dari pra sejarah sampai post kolonial,” bebernya.
Dan ini hal yang baik untuk melihat transformasi sosial, budaya, serta belajar tentang bagaimana orang luar menghargai kelokalan. Sebagai contoh tentang rapor pada zaman Belanda tetap berbahasa Sunda meskipun pendidikan Belanda.
“Ternyata untuk sekarang ini kok tidak bisa meletakkan hal-hal semacam ini. Tentunya bukan hanya pelajar, bisa saja pengambil kebijakan bisa melihat-lihat atau mempelajari hal seperti itu. Bisa saja hal yang sifatnya lokal, misalnya KTP dengan bolak balik, di depan berbahasa Indonesia sedangkan dibelakangnya berbahagia Sunda,” tuturnya.
Sementara itu, Pimpinan Ponpes Modern Dzikir Al-Fath Kota Sukabumi, Fajar Laksana mengemukakan bahwa penelitian pada tahap dua ini yang diteliti ada 80 benda dan Alhamdulillah hasilnya dinyatakan benda itu benda artefak, artinya bahwa benda itu memang memiliki sejarah di masa lalu yang bentukan manusia.
“Dari 80 artefak tersebut dibagi dalam satu, periode pengaruh Islam ada 20 benda yang meliputi naskah kitab Kuning, mushaf Alquran dan koreksi dari kesultanan Turki Utsmaniyah. Kedua, ada pengaruh kolonial dan post kolonial. Artinya sesusah penjajahan ada 54 benda multi dokumen, naskah zaman Belanda dengan bahasa Belanda, bahasa Melayu, Sunda, dan Jawa, juga ada uang kertas dan uang koin. Alhamdulillah sudah ditetapkan sebagai kategori artefak, benda ini mempunyai nilai sejarah, nilai budaya,” ungkapnya.
Fajar Laksana menyambut baik keinginan dari pihak BRIN yang ingin melanjutkan penelitian terhadap benda koleksi museum Prabu yang ini.
“Sebenarnya ada satu naskah kuno yang tingkatannya itu bukan lokal namun internasional. Ada salah satu kitab yang diduga kitab Zabur ini harus diselidiki lebih mendalam lagi tentang tinta dan kertasnya yang harus diuji di labolatorium. Karena para peneliti yang ada disini adalah para peneliti dalam negeri bukan luar negeri, jadi tulisannya pun juga harus yang ahli dan memahami bahasa di zaman kitab Zabur itu seperti tulisan Mesir kuno. Dan itu wajar, karena mereka para ahli sejarah dan arkeolog, filoloh dari Indonesia bukan benda dari luar negeri.
Fajar Laksana juga sempat menyampaikan kepada pihak BRIN adakah dari BRIN yang memiliki kemampuan bisa membaca kitab-kitab dari zaman Nabi Musa As dan Nabi Isa AS, huruf-huruf Qibti, Mesir kuno, huruf-huruf Suryani, bahkan dari yang kita duga itu huruf qibti, sedangkan dari pihak BRIN menyatakan bahwa itu huruf berasal dari bahasa Etiopia. Makanya nanti juga direkomendasikan pada Duta Besar Etiopia bahwa di sini ada bahasa kuno Etiopia.
“Pekerjaan rumah (PR) bagi kita karena secara ikhlas meningkatkan kualitas. Salah satu peningkatan kualitas tersebut adalah museum berhak memelihara dan menjaga barang-barang yang diduga. Namun benda yang diduga tersebut harus dibuktikan dengan penelitian. Dan Alhamdulillah hari ini kita mempunyai benda artefak berjumlah 80 benda dan sebenarnya masih banyak benda yang lain,” tambahnya.
Fajar Laksana menjelaskan kenapa Kenapa bekerjasama dengan BRIN? karena BRIN itu satu-satunya lembaga riset di Indonesia. Supaya masyarakat luas tahu, bahwa benda yang ada di museum ini sudah di validasi pihak BRIN.
“Benda itu nantinya kredibel dan disahkan oleh pihak yang berwenang, sehingga siswa yang mau belajar tidak ragu-ragu lagi. Kita sudah ada 4 benda yang diteliti yaitu arca dan batu, keramik, naskah dan mata uang,” pungkasnya. (sya)