Oleh: Syarif Hidayat (Pimred sukabumitimes.com)
Aparatur Sipil Negara (ASN) terus mendekat keistimewaan dari pemerintah pusat di Jakarta dengan kenaikan gajinya. Hal ini terus di publikasikan para kuli tinta di media massa masing-masing.
Namun ada hal yang bertolak belakang dengan semakin baiknya tingkat kesejahteraan para ASN, yaitu kemiskinan semakin meningkat.
Bahkan pemerintah pun sempat menyampaikan bahwa kerentanan keles menengah orang-orang Indonesia menjadi penghuni kelas bawah dengan kategori miskin semakin banyak.
Tentu ini suatu ironi bagi keberlangsungan ekonomi masyarakat, begitu juga dengan adanya jurang pemisah kelas sosial semakin nyata. Si kaya makin kaya dan yang miskin makin menjerit.
Mudahnya akses informasi melalui kanal-kanal online dan dukungan media sosial (medsos), semakin nyata bagaimana rasanya diistimewakannya para ASN dengan kenaikan gaji dan bagaimana rasa sakitnya masyarkat bawah Indonesia untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Bisa dikatakan adanya ketidakadilan bila mencermati hal tersebut. Bagaimana bisa? Mudah untuk melihat realita tersebut. Hubungan kenaikan gaji ASN dengan tingkat kesejahteraan masyakarat, dimana setiap kenaikan gaji ASN, pasti akan diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakat stagnan Bahakan cenderung mengalami penurunan.
Banyak hal yang menjadi penyebab kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Salah satunya adalah alasan ikut naiknya jas transportasi, sehingga suka atau tidak suka produsen juga ikut menaikkan harga tersebut dengan alasan menutup biaya transportasi. Eksesnya adalah kemampuan masyarakat kelas bawah dalam mencukupi kebutuhan hidupnya semakin berat.
Kondisi kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mampu teratasi. Saat ini, masih sangat terasa bagaimana ekonomi sangat sulit untuk bangkit seperti sedia kala, bahkan sepertinya tidak akan mampu untuk kembali.
Kemampuan masyarakat berbanding lurus dengan tingkat pendidikan. Meksipun saat ini yang katanya ‘gratis’ pendidikan sampai jenjang SMA, namun dalam realitasnya masih jauh asap dari panggang. Betul, memang sudah tidak ada istilah SPP dari wali murid, namun pungutan yang mengatasnamakan komite sekolah masih marak di lakukan.
Masih mending, anak-anak ASN yang masih mendapat tunjangan ini dan itu, sedangkan bagi masyarakat umum, untuk mencukupi kebutuhan dan untuk mempertahankan hidup harus rela berhutang, mencari bekal kesana kemari. Keluarga ASN, masih adanya istilah gaji ke 13 bahkan sering juga sampai gaji ke 14. Dimana pemberian disesuaikan dengan jadwal tahun jaran bagi anak-anak sekolah.
Dengan berbagai keistimewaan yang di dapat ASN setiap tahun, bahkan digunakan dalam setiap pidato kenegaraan setiap tanggal 16 Agustus. Justru semua mata terus menetap dan kuping mendengarkan, ada atau tidak kenaikan gaji ASN di singgung presiden dalam pidato tersebut.
Lha, bagaimana dengan kesejahteraan dan solusi mengentaskan kemiskinan? Ada dan memang itulah intinya, namun penegasan dan solusi kongkrit seakan hanya khayalan dan tulisan diatas kertas saja. Karena sampai saat ini tidak ada solusi yang ampuh meningkatkan hajat hidup orang banyak. (*)