Oleh: Syarif Hidayat Pimred sukabumitimes.com
Guru, memang betul ungkapan pahlawan tanpa tanda jasa. Dengan profesinya tersebut, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik sejatinya tugas yang mulia. Namun kenyataannya, masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mencari solusi guna mengimbangi antar hak dan kewajibannya.
Kesejahteraan menjadi fenomena yang sangat dinanti bagi seorang yang berprofesi sebagai guru. Namun seakan ada kelas atau strata yang membedakan guru itu sendiri, bila boleh dikatakan strata guru itu meliputi status PNS (ASN), status PPPK, status honor daerah, dan ada lagi status honor sekolah itu sendiri.
Tentu saja, masing-masing strata itu juga sangat bersinggungan dengan tingkat kesejahteraan guru itu sendiri. Dimana yang namanya PNS dengan gaji yang lumayan besar dan ditunjang dengan kenaikan setiap tahunnya tentu mempunyai tingkat kesejahteraan yang jika boleh dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder keluarganya plus ditambah uangnya gaji ke 13 dan 14. Demikian juga dengan PPPK meksipun belum sebesar gaji dari kalangan PNS.
Lalu, bagaimana dengan kondisi tingkat kesejahteraan guru di kalangan hono4 daerah dan honor sekolah?
Honor daerah mungkin masih bisa karena ditanggung oleh pemerintah daerah. Nah disinilah letak fenomenanya, dimana guru di gaji oleh pihak sekolah. Semua tergantung pendapatan sekolah dan terkadang hanya dengan uang lembaran merah yang tidak seberapa bahkan terkadang juga baru beberapa bulan baru menerimanya.
Organisasi yang menaungi guru, sepertinya belum mampu berbuat banyak dengan fenomena kesejahteraan guru ini. Meksipun ada PGRI tempat bernaungnya guru, namun sepertinya tidak mempunyai taji dihadapan pembuat kebijakan.
Sekarang ini muncul lagi yang namanya Konsorsium Pendidikan Daerah (KPD) yang diinisiasi oleh Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Barat.
Apakah cukup hanya dengan pembentukan organisasi pendidikan seperti itu? Meksipun mereka berdalih sebagai wadah mencari solusi permasalahan guru, seperti peningkatan kualitas guru, profesionalisme guru dan tentu saja juga akan berimbas pada tingkat kesejahteraannya.
Permasalahan tersebut meksipun sudah puluhan tahun jadi perbincangan dan diskusi, sepertinya masih mandek di tengah jalan. Organisasi yang menaunginya juga belum mampu secara nyata menjadi wadah guru yang mampu memberikan solusi, terutama dalam hal kesejahteraannya.
Pembentukan organisasi ataupun apa itu namanya hari ini penulis kira bukan solusi, justru kalau terlalu banyak organisasi yang menaunginya justru akan membuat perjuangan guru semakin kurang terarah. Menjadi percuma dengan banyaknya organisasi atau kelompok yang dibentuk, kalau perjuangannya masih sama dan cenderung stagnan.