SUKABUMITIMES.COM – Direktur UOBK Rumah Sakit R Syamsudin SH Kota Sukabumi Yanyan Rusyandi mengungkapkan, kenaikan tarif rawat jalan dari Rp40 ribu ke Rp65 ribu di RSUD R Syamsudin SH ini merupakan langkah penyesuaian dan sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 2 tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Hal ini diungkapkannya saat diwawancarai sukabumitimes.com di kantornya pada Kamis (16/10/2025).
“Perlu kami sampaikan bahwa tarif itu terakhir dibuat pada tahun 2016. Jadi sudah lama sejak 2016 sampai 2024 tidak mengalami kenaikan atau penyesuaian,” ungkap Direktur Yanyan Rusyandi.
Direktur RSUD Bunut yang didampingi Wakil Direktur dan sekaligus ketua tim tarif Asep Saepuloh dan Kabag Keuangan Jhoni menjelaskan mengenai bisa ketemunya angka Rp65 ribu itu dari mana?
“Hitungan terebut dari unit cost yang meliputi biaya invetasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan, semua itu sudah masuk begitu juga dengan jasa pelayanan diluar obat,” jelasnya.
Ia menambahkan penetapan tarif itu didasarkan juga pada survey kemampuan untuk membayar (ability to pay) dan kemauan untuk membayar (willingness to pay/WTP).
Pentarifan itu dihitung berdasarkan biaya satuan. Di Permendagri No. 79 Tahun 2018 dalam menentukan tarif itu pertama, dengan beberapa pertimbangan dihitung berdasarkan satuan, kedua berdasarkan kesinambungan pelayanan. Jangan sampai karena terlalu kecil mengalami diskontinue atau tidak menyukai, dan kemudian mempertimbangkan kemampuan masyarakat.
Mengenai adanya keluhan, Sampai saat ini pihak Bunut belum mendapat laporan secara langsung masyarakat mana yang mengeluh dengan tarif itu yang kemahalan.
“Belum ada laporan yang ke saya bahwa angka Rp65 ribu itu awis teing (mahal amat). Sebenarnya dibandingkan dengan rumah sakit lain, angka itu sudah yang paling murah. Rumah sakit lain, untuk rawat jalan sudah mencapai ratusan ribu,” ujar Direktur Yanyan Rusyandi.
Yanyan menyampaikan, sebenarnya siapa yang dikenakan tarif tersebut? Tidak lain adalah pasien tunai. Sementara untuk kota Sukabumi sekarang ini sudah Universal Health Coverage (UHC). Asalkan mau mengurus BPJS tidak akan dikenakan tarif itu.
“Masyarakat yang masuk dalam kategori miskin tidak mengunakan tarif itu, karena sudah ditanggung sama BPJS. Asal mau mengurusi BPJS nya maupun rujukannya,” tandasnya.
Yanyan juga menerangkan, terkait dengan regulasi tarif, sebelumnya berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwal). Sedangkan untuk perubahan tarif yang saat ini berlaku dengan menggunakan Peraturan Daerah (Perda) tentang PDRD.
“Adanya perubahan undang-undang mengenai Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), untuk sekarang pentarifannya menggunakan Perda dengan nama Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD),” terangnya.
Direktur menjelaskan, seharusnya penyesuian tarif itu sudah berlaku sejak awal tahun 2025 kemarin.
“Tapi kami masih harus menyesuaikan dengan sistem, masuk dulu ke data base, masih harus sosialisasi. Sehingga akhirnya kami konsultasi dengan pak Wali dan ketua Dewan Pengawas (Dewas), sehingga pemberlakuan kita disepakati setelah lebaran, yakni di bulan April 2025,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan Asep Saepuloh menambahkan, untuk rawat inap ada beberapa penyesuaian, bahkan ada beberapa yang turun.
“Namun, penyesuaian itu dalam bentuk perubahan pengelompokkan, perubahan nomenklatur, dari yang nomenklatur kurang kemudian kita tambahkan, yang tadinya belum ada kita tambahkan atau dilengkapi,” pungkasnya. (sya)