Oleh: Yudhie Haryono (Inisiator BANREHI)
Kasih. Maukah ku bacakan untukmu karya terbaru penulis favoritku, Paulo Coelho? Bukunya berjudul Sang Pemanah (Gramedia Pustaka Utama, 2021). Sebuah karya yang memberikan ilustrasi mental pancasila dan karakter semesta yang harus kita tumbuhkan di sisa hidup ini.
Dalam novel ini, penulis bertutur tentang pokok-pokok penting dalam kehidupan: kerja keras dan antusiasme, bersabar, berani mengambil risiko, tidak takut gagal, dan menerima hal-hal tak terduga yang disodorkan oleh dunia (yang fana bin sementara).
Dari petani, kata Paulo, “kita belajar kesabaran, kerja keras, menghormati musim, tidak merutuki badai-badai yang datang, bersyukur dan memeluk alam dengan khidmat dan kesetimbangan.”
Sedang dari para elite politik, “kita bisa belajar soal amoralisme dan anti etika serta menajiskan intelektualisme. Semua bisa didapat tanpa harus melihat rekam jejak dan prestasi. Hidup hanya berpikir, berucap dan bertindak untuk menipu dan memperdayai orang lain. Bahkan terus beragama KKN serta memupuk hobi membangkrutkan negara.”
Sambil terus menulis dan berziarah, Paulo memberi fatwa menarik, “berjuanglah untuk apa yang kita yakini, tanpa berusaha membuktikan apa pun kepada siapa pun; tetaplah tenang dan tidak banyak cakap, sebagaimana orang yang telah memiliki keberanian untuk menentukan takdirnya sendiri.”
Sambil minum teh dan makan pisang goreng, kita bisa saling berbagi harapan-harapan; melantunkan doa, membaca masa depan; menstimulasi enegi semangat serta mengkreasi kunci-kunci problema. Juga, di atas pantatmu, ingin ku lukis senja yang tak pernah bertemu pagi
Sungguh, cinta dan kasihku selamanya semoga menjadikanmu sebagai bidadari yang selalu mensyukuri semesta agar kita di ridhoi Nya. Ingat bahwa kecantikanmu tidaklah abadi, namun semua yang cantik darimu harus kita jaga agar tetap terasa manfaatnya. Kau pasti tahu bahwa buatku, kecantikan akhlak dan tubuhmu adalah keajaiban semesta.
Kasih, buku ini menulis nasihat singkat tapi sangat dalam, “hendaklah kita ingat asal dan tau tempat kembali (eling asale, eling baline).” Maukah ku buat tato kalimat itu di perutmu? Aikh pasti kamu tertawa dan tersenyum simpul atas usulku ini.(*)