SUKABUMITIMES.COM – Panggilan Allah SWT untuk menunaikan ibadah haji tidak mengenal orang dari kasta, ekonomi, maupun jabatan. Bila semua sudah menerima panggilan-Nya, maka siapapun pasti akan berangkat ke tanah suci Mekkah Al Mukaromah untuk beribadah haji.
Begitupun apa yang dialami oleh Abah Abad, seorang lansia 66 tahun asal warga kampung Pasir Gura, Desa Citanglor, Kecamatan Surade kabupaten Sukabumi.
Abah, begitu biasa dipanggil yang kesehariannya tinggal di rumah panggung berdinding bilik berukuran 8×5 meter. Sehari-hari, ia bekerja sebagai pengrajin batu bata dengan penghasilan yang tidak menentu, meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, namun berkat ketekunan, kegigihan dan keyakinannya, akhirnya mengantarkannya untuk mewujudkan mimpi besar ini.
Abah Abad menuturkan meskipun serba terbatas dari segi ekonomi, namun tak memadamkan semangatnya untuk mewujudkan mimpi ke tanah suci Mekkah Al Mukaromah. Ia mengaku selama 10 tahun menyisihkan uang sebesar 30 ribu rupiah setiap hari dan menabungnya di salah satu bank dari penghasilannya menjual batu bata Rp 100.000,- per hari.
“Daftar saya itu tahun 2014, sisihkan uang tukang batu bata, dari Rp 100.000 pendapatan saya disisihkan Rp 30.000 untuk daftar haji, saya daftar sama istri, saat itu,” ujar Abah Abad.
Abah melanjutkan kisahnya, namun ditengah perjalanan penantian panjang untuk beribadah haji ternyata Allah SWT mempunyai rencana lain. Sang istri tercinta sudah dipanggil Allah SWT sehingga tidak bisa menemani dirinya untuk beribadah haji.
“Dan tahun 2016 istri saya meninggal, sekarang saya berangkat sendiri hajian,” imbuhnya.
Kesulitan dalam penantian tersebut, tentu saja ada, apalagi pada saat musim hujan. Pernah pada saat itu air besar di tempat saya membuat batu bata.
“Beda kalau pas musim kemarau, pembuatan dann penjualan batu bata menurutnya gampang, mendapat kesulitan menjualnya saat musim hujan, karena berdampak terhadap penurunan harga jual dan pembeli,” tambah Abah Abad.
“Kalau dihitung-hitung, Abah mendapat penghasilan sekitar Rp.2,5 juta. Lokasi pembuatan batu bata ini milik saya sendiri, sya upayakan sendiri, hasil batu batanya sya jual sendiri, kemudian saya sisihkan dan ditabung untuk berangkat naik haji,” jelasnya.
Abah Abad merasa sangat sedih, karena berangkat haji tanpa didampingi sang istri tercinta. Namun begitu untuk mewujudkan mimpinya tersebut, akhirnya berangkat bersama kloter 40.
“Abah berkeyakinan kalau kita mempunyai keinginan, apalagi itu sesuatu yang baik, maka lakukanlah, semisal Abah ini menabung dari sebagian hasil pendapatan sehari-hari kita, insya allah Abah yakin, saya niat ingin naik haji, ya inilah hasilnya alhamdulillah,” paparnya.
Perlu diketahui bahwa tempat penggalian tanah untuk membuat batu bata oleh Abah Abad ini lokasinya cukup jauh dari rumahnya, yaitu kurang lebih 300 meter, setiap hari dalam melakukan aktivitas pengangkutan bahan hingga ke lokasi pembuatan berjalan kaki tidak menggunakan alat-alat mesin penunjang atau apapun.
“Ekonomi saya bisa dikatakan lemah. Mudah mudahan jadi haji mabrur,” lirihnya berkaca kaca.
Sang anak, Jajang Dasep Sadikin menambahkan dirinya sangat bangga punya Ayah seperti Abah Abad ini, terutama dengan perjuangan beliau untuk mewujudkan mimpinya. Selain itu, yang saya sangat terharu, karena beliaulah dan perjuangan beliau saya bisa sekolah hingga menyelesaikan S1 sarjana olahraga.
“Alhamdulillah bapak ini orang yang bertanggung jawab, seorang yang bekerja keras, saya sebagai anaknya sangat bangga dan terharu sekali karena berkat bapak, saya bisa sekolah sampai lulus S1 sarjana olahraga Alhamdulillah,” ucapnya.
Dengan pencapaian atas harapan ayahnya, Jajang selalu berdoa ayahnya selalu diberikan kesehatan, kelancaran dalam menjalankan ibadah haji dan pulang dengan selamat kembali berkumpul bersama keluarga.
“Semoga bapak saya ketika berangkat ke sana tidak ada hambatannya, sehat selalu, bisa berkumpul bersama keluarga disini, menjadikan haji yang sangat mabrur,” pungkasnya. . (sya).