SUKABUMITIMES.COM – Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Dzikir Al Fath Kota Sukabumi KH. Fajar Laksana mengungkapkan, bahwa pada awalnya penelitian yang dilakukan adalah untuk memverifikasi dan memvalidasi benda-benda yang ada di museum Prabu Siliwangi ini sesuai atau tidak dengan tempat ditemukannya benda tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Fajar Laksana kepada sukabumitimes.com ketika diwawancarai setelah kegiatan Seminar Hasil Penelitian ke 4 BRIN Tentang Hasil Survey 3 Lokasi Temuan Benda di Museum dan Benda-benda Keramik Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi yang bertempat di Aula Syekh Quro Ponpes Al Fath pada Rabu (30/7/2025).
“Namun justru dari situlah kita menemukan benda yang tersebut, ternyata seratus persen peninggalan zaman Megalitikum dan diharapkan untuk ditelusuri lagi dan kemudian ditetapkan menjadi situs cagar budaya,” ungkap Pimpinan Ponpes Al Fath Prof. Fajar Laksana.
Prof. Fajar Laksana mengatakan, seminar ke 4 ini adalah hasil penelitian BRIN yang dititikberatkan pada hubungan antara benda-benda yang ada di museum Prabu Siliwangi dengan tempat ditemukannya benda tersebut.
“Penelitian yang dilakukan dari pertama kali sampai ke tiga, dititikberatkan pada penelitian benda-benda yang ada di museum. Dan dari hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa benda-benda itu dinyatakan sebagai benda artefak yang memiliki nilai sejarah,” kata Prof. Fajar Laksana
Dalam perjalanannya, para peneliti BRIN menginginkan untuk melihat tempat temuannya. Karena benda-benda yang diteliti itu sudah ada di museum mereka tidak bersama-sama ketika benda ditemukan.
“Hingga kemarin, kita melakukan penelusuran dengan membawa para arkeolog ke tiga tempat, yaitu Gunung Karang di Kota Sukabumi, Gunung Tangkil dan Desa Tugu di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi,” ujarnya.
Batuan yang ditemukan di gunung Tangkil dan Gunung Karang itu memang sama persis seperti yang sudah ditemukan. Hanya saja benda yang ada di Gunung Karang itu bentukannya alami, bukan buatan manusia.
“Hanya saja memang bentuknya unik-unik saja, seperti benda yang berbentuk binatang,” jelasnya.
Berbeda dengan Kawasan Gunung Tangkil, orang nomor satu di Ponpes Al Fath ini menyampaikan apa yang di katakan dari BRIN, bahwa seharusnya kawasan Gunung Tangkil itu ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
“Di gunung Tangkil, dilakukan penelitian sebanyak dua kali. Penelitian pertama kita menemukan tahapan-tahapan batu yang merupakan punden berundak. Kalau zaman dulu di daerah tersebut ada struktur tempat pemujaan. Kemudian di teras kedua, BRIN menemukan batu dakon serta ada gundukan batu yang menyerupai makam dan disitulah batu dakon tersebut ditemukan, dan demi keamanan, batu tersebut dibawa ke museum Prabu Siliwangi,”‘urainya.
Menurutnya, ada beberapa fungsi batu dakon bagi masyakarat zaman dahulu kala, antara lain untuk astronomi perbintangan, untuk ritual dalam menguburkan jenazah, serta juga bisa untuk permainan.
Dikawasan Gunung Tangkil juga ditemukan batu menhir besar yang ada sentuhan manusia serta ditemukan dua gundukan batu. namun peneliti dari BRIN belum bisa mengatakan apakah itu makam atau bukan, namun batu yang ditemukan tersebut memang batu bentukan pra sejarah zaman megalitikum.
Masih menurut Prof. Fajar, yang lebih monumental adalah pada survey di Gunung Tangkil yang kedua kalinya, peneliti berhasil menemukan struktur batu yang panjangnya hampir 40 meter dan masih terkubur ditanah.
Bisa saja itu dikatakan struktur batas atau struktur pondasi dan ini masih akan dilanjutkan penelitiannya oleh BRIN serta ada juga ditemukan lagi dua gundukan batu.
“Sehingga diujung atau paling atas terbaru ditemukan ada empat gundukan batu,” urainya.
Demikian juga dengan penemuan lainnya di gunung Tangkil, ditemukan fosil gigi babi dan terdahulu juga sempat pernah temukan fosil cula badak serta ditemukan arca yang sudah rusak dan ternyata bentuknya sama dengan arca yang sudah terlebih dahulu ditemukan.
Kemudian di tempat penelitian yang ke tiga, yaitu di desa Tugu, peneliti juga masih mengetahui keberadaan batu menhir dan benda yang ada di museum juga cocok dengan apa yang ada dilokasi ditemukannya pertama kali.
“Dari hasil penelitian yang dilakukan, BRIN akhirnya membuat satu kesimpulan, bahwa batuan yang ada di museum Prabu Siliwangi itu ternyata cocok dengan apa yang ada di lokasi penemuan,”‘ tutupnya.
Sementara itu, Ahli Prasejarah Masa Paleometalik Logam Awal/Protohistori Dwi Yani Yuniawati Umar mengharapkan kawasan Gunung Tangkil itu untuk segera ditetapkan sebagai situsg cagar budaya.
“Itu bisa dilakukan oleh dinas kebudayaan daerah setempat, yakni Kabupaten Sukabumi,” ungkap Dwi Yani.
Hal ini bukannya tanpa dasar, Dwi Yani menjabarkan kenapa kawasan tersebut dinilainya sangat penting sebagai lokasi penelitian.
“Karena masih banyak yang harus di survey, kami baru melakukannya di daerah tersebut. Dalam melakukan penelitian tentu saja tidak hanya satu titik situs saja, tetapi pasti ada disekitar situs dengan jarak kurang lebih 5 kilometer ada sesuatu yang menunjang situs itu sendiri,” jabarnya.
Lagi pula, lanjut Dwi Yani Yuniawati Umar, dalam penelitian seperti ini tidak bisa dilakukan hanya dalam hitungan hari saja, melainkan butuh waktu panjang.
“Tentu saja kami menginginkan akan adanya survey lanjutan untuk kawasan gunung Tangkil ini,” pungkasnya. (sya)